Kamis, 11 April 2013

Psikologi Abnormal dan Patologi







STRES

Disusun oleh :
                                   Rina Hasanah               NIM. 1107010023
                                   Isah                               NIM.1107010025
                                   Mutia Zahro Isnaeni     NIM. 1107010032

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2012


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang

Setiap manusia di dalam kehidupan sehari-harinya tentu pernah mengalami kegagalan dan ketidaksesuaian kenyataan yang dihadapi dengan harapan sebelumnya. Kondisi ini dapat mengarahkan dia ke situasi yang tidak nyaman, yang membuat dirinya sedih, cemas, ragu-ragu, atau bingung. Kondisi ini adalah salah satu ciri adanya gangguan psikis, yang mana di bidang psikologi di antaranya dikenal sebagai kondisi stres.

Stres yang terjadi akan menimbulkan berbagai komplikasi gangguan, baik fisik, sosial maupun psikologis. Kemampuan berfikir individu pada kondisi stress mengalami perubahan, terutama dalam konsentrasi, kemampuan memahami situasi, pengambilan keputusan dan menemukan solusi. Hal tersebut menimbulakan perilaku abnormal pada individu yang mengalami stres.

Seringkali individu mengalami dilemma saat diharuskan memilih daiantara alternatif yang ada apalagi bila hal tersebut menyangkut kehidupanya di masa depan. Konflik bisa menjadi pemicu timbulnya stres atau setidaknya membuat individu mengalami ketegangan yang berkepanjangan yang akan mengalami kesulitan untuk mengatasinya. Dalam perspektif psikologi ada beberapa strategi dalam meminimalisir stres sehingga individu dapat mengatasinya dengan baik.




B.     Rumusan Masalah

1.      Apa definisi stres?
2.      Mengapa stres bisa terjadi?
3.      Bagaimana perilaku abnormal dari stres?
4.      Bagaimana cara meminimalisir gangguan stres?

C.     Tujuan

1.      Menjelaskan definisi stres
2.      Mendiskripsikan gangguan stres
3.      Menerangkan perilaku abnormal dari ganguan stres
4.      Menerangkan cara meminimalisir gangguan stres

D.    Manfaat

1.      Dapat mengetahui definisi stres
2.      Mampu menggambarkan gangguan-gangguan stres
3.      Mengerti perilaku abnormal dari gangguan stres
4.      Dapat terhindar dari gangguan stres



BAB II
PEMBAHASAN

1.      Definisi Stres
Hubungan antara fikiran (mind )dan tubuh sangat berkaitan erat sudah dipastikan fungsi mental selalu tergantung pada otak, sekarang para klinis dan ilmuan menyadari bahwa pikiran dan tubuh sangat kuat terjalin tidak seperti yang diperkirakanoleh model dualistic itu bahwa faktor psikologis mempengaruhi dan dipengaruhi oleh fungsi fisik. Dengan kata lain, kesehatan mental dan kesehatan fisik tidak terpisahkan (Kendler, 2001 ; USDHHS, 1999a).
Pembahasan tentang hubungan antara pikiran dan tubuh diawali dengan mendalami peranan stres dalam fungsi fisik maupun mental. Istilah stress menunjukkan adanya tekanan atau kekuatan pada tubuh. Dalam dunia fisik, batu dengan berat berton-ton yang berjatuhan pada saat tanah longsor mengakibatkan stres, membentuk lekukan atau lobang. Dalam psikologi, kita menggunakan istilah stres untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu/organism agar ia beradaptasi atau menyesuaikan diri.
Dalam buku Psikologi klinis definisi stres adalah tekanan internal maupun eksternal serta kondisi bermasalah lainnya dalam kehidupan (an I nternal and eksternal pressure and other troublesome condition in life). Dalam kamus psikologi (Chaplin, 2002) stres merupakan suatu keadaan tertekan baik itu secara fisisk maupun psikologis.
Stres bersumber dari frustasi dan konflik yang dialami individu yang dapat berasal dari berbagai bidang kehidupan manusia. Konflik antara dua atau lebih kebutuhan atau keinginan yang diingin dicapai, yang terjadi secara berbenturan juga bisa menjadi penyebab timbulnya stres.
Sering kali individu mengalami dilema saat diharuskan memilih diantara alternative yang ada apalagi bila hal tersebut menyangkut kehidupannya dimasa depan. Konflik bisa menjadi pemicu timbulnya stres atau setidaknya membuat individu mengalami ketegangan yang berkepanjangan yang akan mengalami kesulitan untuk mengatasinya.
Istilah stres ditemukan oleh Hans Selye (dalam Sehnert, 1981) yang mendefinisikan stres sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Dengan kata lain istilah stres dapat digunaan untuk menunjukkan suatu perubahan fisik yang luas yang disulut oleh berbagai faktor psikoogis atau faktor fisik atau kombinasi kedua faktor tersebut.
Stres adalah pengalaman yang bersifat internal yang menciptakan adanya ketidak seimbangan fisik dan psikis dalam diri seseorang akibat dari faktor lingkungan eksternal, organisasi atau orang lain (Szilagyi, 2000). Stres biasanya dianggap sebagai sesuatu yang negatif. Sering dikira disebabkan oleh sesuatu yang buruk, dan disebut sebagai distress. Tetapi ada juga stres yang positif, yang disebabkan oleh sesuatu yang baik, misal dipromosikan untuk kenaikan pangkat dengan diberikan pekerjaan di tempat lain.Gibson, Ivancevich dan Donnely (1996) mendefinisikan stress sebagai suatu tanggapan penyesuaian, diperantarai oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau proses psikologis, akibat dari setiap tindakan lingkungan, situasi, atau peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan kepada seseorang. Definisi tersebut menggambarkan stres sedikit lebih negatif, sedangkan menurut pakar stres, Dr. Hans Selye,memperkenalkan stres sebagai suatu rangsangan dalam pengertian positif ,disebut sebagai Eutress. Eustress membuat individu mampu beradaptasi terhadap lingkungan dan menyebabkan terjadinya perkembangan ke arahyang lebih baik. Eutress diperlukan dalam hidup.
Menurut Lazarus (1976) stres adalah suatu keadaan psikologis individu yang disebabkan kerena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal. Sedangkan menurut Korchin (1976) keadaan stres muncul apabila tuntutan-tuntutan yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integritas seseorang. Stres tidak hanya kondisi yang menekan seseorang ataupun keadaan fisik atau psikologis seseorang maupun reaksinya terhadap tekanan tadi, akan tetapi stres adalah keterkaitan antara ketiganya (Prawitasari, 1989). reaksinya terhadap tekanan tadi, akan tetapi stres adalah keterkaitan antara ketiganya (Prawitasari, 1989).

2.      Faktor-faktor Penyebab Gangguan Stres
Stressor sebagai pemicu stres jenisnya bervariasi antar individu. Stressor yang sama belum tentu memiliki pengaruh stres yang sama bagi orang yang berbeda, sehingga kemampuan mengatasi satu kondisi yang sama juga berbeda antara satu orang dengan orang lainnya (Wallace, 2007). Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik stressor dan persepsi serta toleransi individu terhadap stressor (Bucker, 1991). Karakteristik stressor meliputi makna stressor bagi individu, jumlah dan durasi stressor, komplesitas pengaruh dan waktu munculnya stressor.
Stressor yang memiliki makna tinggi bagi individu dirasakan lebih berat daripada yang kurang bermakna, misalnya meninggalnya istri menjadi stressor yang lebih tinggi daripada meninggalnya tetangga. Makin banyak jumlah stressor dan makin lama stressor tersebut menerpa, makin tinggi juga akibat yang dirasakan individu. Seseorang yang kematian anggota keluarga, kemudian kehilangan mobil, dan dipecat dari pekerjaan akan merasakan beban yang berat karena diterpa lebih dari satu macam stressor. Apabila stressor tersebut terjadi dalam durasi yang lama akan menyebabkan stres yang dirasakan makin berat. Pemecatan dari pekerjaan akan menimbulkan rentetan peristiwa yang dapat menjadi stressor lain, misalnya kondisi ekonomi keluarga memburuk, keharmonisan keluarga menghilang, konflik dengan orangtua, tuntutan biaya sekolah anak, dsb, yang semuanya menjadi stressor berat juga. Bagi individu yang berasal dari keluarga kaya mungkin tidak akan merasakan berat stressor pemecatan ini. Stressor yang muncul serta mendadak atau pada waktu yang tidak diharapkan akan dirasakan lebih berat daripada kalau individu sudah mampu memperkirakan munculnya stressor ini.
Toleransi individu terhadap stressor akan menentukan apakah ia akan menjadi terganggu atau tidak dengan munculnya stressor ini. Bucker dan Wallace mengatakan bahwa ada beberapa macam jenis stressor, yaitu :
a.       Kematian
Meninggalnya seseorang yang dekat akan menimbulkan rasa kehilangan yang dalam, misalnya kematian pasangan hidup, anak, dan orangtua. Stres yang muncul dapat mengarahkan individu pada kesedihan yang tinggi.
b.      Perceraian
Sebagaimana kematian, perceraian juga memunculkan ketakutan terhadap figur yang akan mendampingi atau memberikan nafkah dan perhatian kepada pasangan atau keluarga. Bagi anak akan mengalami kecemasan karena kehilangan figure pelindung orangtuanya.
c.       Kesulitan Ekonomi
Kesulitan ekonomi yang terjadi akibat berkurangnya pendapatan akan memunculkan ketakutan terhadap pemenuhan kebutuhan hidup diri dan keluarga. Bagaimana memperoleh makan, pakaian, rumah, dan kebutuhan lainnya. Apalagi kalau individu tersebut terbiasa hidup mewah dan manja.
d.      Frustasi
Kegagalan yang terjadi secara berulang-ulang ketika usaha yang dilakukan dirasakan sudah maksimal, akan menimbulkan rasa frustasi. Rasa frustasi akan menimbulkan ketakutan terhadap pencapaian target usaha yang dituntut diri sendiri atau orang lain. Misalnya, keluarga, masyarakat dan atasan dikantor.  
e.       Konflik
Perbedaan dan pertentangan yang berujung pada konflik dapat menimbulkan ketakutan akan kelangsungan hidupnya, misalnya konflik dikeluarga dapat mengancam kelanggengan pernikahan, atau konflik dikantor akan menimbulkan kekhawatiran terhadap karirnya.

f.       Tekanan
Tuntutan yang tinggi dari orang lain dapat menjadi sumber stres juga, misalnya atasan yang mematok target tinggi akan menimbulkan kekhawatiran tercapai atau tidaknya target tersebut.
Secara umum, proses terjadinya stres dapat dijelaskan melalui bagan berikut :

Stressor potensial                   Persepsi                   stres atau tanpa stres

Stressor potensial yang muncul akan ditangkap oleh indera indivu, yang kemudian dimaknai melalui proses persepsi. Hasil pemaknaan ini akan memunculkan kesimpulan apakah stressor tersebut mengancam atau tidak. Apabila mengancam, maka akan terjadi stres dan sebaliknya.
3.      Perilaku Abnormal dari Gangguan Stres
Dari uraian diatas dapat diketahui perialku abnormal akibat gangguan stres adalah sebagai berikut :
a.       Agresi
Yaitu kemarahan yang meluap-luap dan mengadakan penyerangan kasar karena seseorang mengalami kegagalan. Biasanya adapula tindakan sadistik dan membunuh orang. Agresi ini sangat menggangu fungsi intelegensi sehingga harga dirinya merosot.
b.      Regresi
Yaitu kembalinya individu pada pola-pola primitif dan kekanak-kanakan. Misalnya dengan jalan menjerit-jerit, menangis meraung-raung, membanting barang, menghisap ibu jari, mengompol, pola tingkah laku histeris, dll. Tingkah laku diatas didorong oleh adanya rasa dongkol, kecewa ataupun tidak mampu memecahkan masalah. Tingkah laku diatas adalah ekspresi dari rasa menyerah, kalah, putus asa dan mental yang lemah.
c.       Fixatie
Merupakan suatu respon individu yang selalu melakukan sesuatu yang bentuknya stereotipi, yaitu selalu memakai cara yang sama. Misalnya, menyelesaikan kesulitannya dengan pola membisu, membentur kepala, berlari-lari histeris, mengedor-gedor pintu memukul-mukul dada sendiri, dll. Semua itu dilakukan sebagai alat pencapai tujuan, menyalurkan kedongkolan ataupun alat balas dendam.
d.      Pendesakan dan komplek-komplek terdesak
Pendesakan adalah usaha untuk menghilangkan atau menekankan ketidak sadaran beberapa kebutuhan, pikiran-pikiran yang jahat, nafsu-nafsu dan perasaan yang negatif. Karena didesak oleh keadaan yang tidak sadar maka terjadilah komplek-komplek terdesak yang sering menggangu ketenangan batin yang berupa mimpi-mimpi yang menakutkan , halusinasi, delusi, ilusi, salah baca, dll.
e.       Rasionalisme
Adalah cara untuk menolong diri secara tidak wajar atau taktik pembenaran diri dengan jalan membuat sesuatu yang tidak rasional dengan tidak menyenangkan. Misalnya, seorang yang gagal secara total melakukan tugas akan berkata bahwa tugas tersebut terlalu berat baginya karena dirinya masih muda.
f.       Proyeksi
Adalah usaha melemparkan atau memproyeksikan kelemahan sikap-sikap diri yang negative pada orang lain. Misalnya orang yang sangat iri hati dengan kekayaan dan kesuksesan tetangganya akan berkata bahwa sesungguhnya tetangganyalah yang sebenarnya irihati pada dirinya.
g.      Tehnik Anggur masam
Usaha memberikan atribut yang jelek atau negative pada tujuan yang tidak bisa dicapainya. Misalnya seseorang mahasiswa yang gagal menempuh ujian akan berkata bahwa soal ujian tidak sesuai dengan bahan yang diajarkan.
h.      Tehnik jeruk manis
Adalah usaha memberikan atribut-atribut yang bagus dan unggul pada semua kegagalan kelemahan dan kekurangan sendiri. Misalnya seorang diplomat yang gagal total melakukan tugas akan berkata “Inilah tehnik diplomatif bertaraf internasional, mundur untuk merebut kemenangan”
i.        Identifikasi
Adalah usaha menyamakan diri sendiri dengan orang lain, misalnya mengidentifikasikan diri dengan bintang film tenar, professor cemerlang dll. Semua itu bertujuan memberikan keputusan semu pada dirinya.
j.        Narsisme
Adalah perasaan superior, merasa dirinya penting dan disertai dengan cinta diri yang patologis dan berlebih-lebihan. Orang ini sangat egoistis dan tidak pernah peduli dengan dunia luar.
k.      Autisme
Ialah gejala menutup diri secara total dari dunia nyata dan tidak mau berkomunikasi lagi dengan dunia luar yang dianggap kotor dan jahat, penuh kepalsuan dan mengandung bahaya yang mengerikan. Maka bila tingkah laku yang demikian dijadikan pola kebiasaan akan mengakibatkan bertumpuknya kesulitan hidup, bertambahnya konflik-konflik batin yang kronis lalu terjadilah disintegrasi kepribadian.
  
4.      Cara Meminimalisir Gangguan Stres
Dalam psikologi ada berbagai cara untuk  meminimalisir gangguan stres. Menurut Wallace (2007) adalah sebagai berikut :
1)         Cognitive restructuring, yaitu dengan mengubah cara berfikir negative menjadi positif. Hal ini dapat dilakukan melalui pembiasaan dan pelatihan.
2)         Journal writing, yaitu menuangkan apa yang dirasakan dan dipikirkan dalam jurnal atau gambar.
3)         Time management, yaitu mengatur waktu secara efektif untuk mengurangi stres akibat tekanan waktu.
4)         Relaxation technique, yaitu mengembalikan kondisi tubuh pada homoestatis, yaitu kondisi tenang sebelum ada stressor.
Menurut Tristiadi Ardi Ardani, dkk dalam buku Psikologi Klinis menjelaskan strategi mengatasi stres secara kognitif, antara lain :
1)      Represi
Adalah upaya seseorang untuk menyingkirkan frustasi, stres, dan semua yang menimbulkan kecemasan.
2)      Menyangkal kenyataan
Menyangkal kenyataan mengandung unsur penipuan diri. Bila seseorang menyangkal kenyataan maka ia menganggap tidak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan dengan maksud untuk melindungi dirinya sendiri.
3)      Fantasi
Dengan berfantasi orang sering merasa dirinya mencapai tujuan dan dapat menghindarkan dari frustasi dan stres. Orang yang sering melamun kadang-kadang menemukan bahwa kreasi lamunananya itu lebih menarik daripada kenyataan yang sesungguhnya. Bila fantasi dilakukan secara sedang-sedang dan dalam pengendalian kesadaran yang baik, maka frustasi menjadi cara yang sehat untuk mengatasi stres.
4)      Rasionalisasi
Rasionalisasi ini dimaksudkan segala usaha seseorang untuk mencari alasan yang dapat diterima secara sosial untuk membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang buruk. Rasionalisasi juga bisa muncul ketika seseorang menipu dirinya sendiri dengan pura-pura menganggapnya buruk adalah baik atau sebaliknya.

5)      Intelektualisasi
Seseorang yang menggunakan taktik ini maka yang menjadi masalah akan dipelajari atau mencari tahu tujuan sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat dengan persoalan secara emosional. Dengan intelektualisasi seseorang setidaknya dapat sedikit mengurangi hal-hal yang pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya dan memberikan kesempatan pada dirinya untuk meninjau permasalahan secara subjektif.
6)      Pembentukan Reaksi
Seseorang dikatakan berhasil menggunakan metode ini bila dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan sesungguhnya baik represi atau supresi dan menampilkan wajah yang berlawanan dengan kenyataan yang dihadapi.
7)      Proyeksi
Seseorang yang menggunakan tehnik ini biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi orang lain yang tidak ia sukai dengan sesuatu yang dia perhatikan itu akan diperbesar-besarnya lagi. Tehnik ini mungkin dapat digunakan untuk menghadapi kenyataan akan keburukan dirinya.

 Jefrey S. Nevid, dkk menjelaskan faktor-faktor psikologis yang dapat meminimalisir gangguan stres. Faktor-faktor psikologis tersebut adalah :
a)      Cara Coping Stres
Berpura-pura seakan masalah tidak ada atau tidak terjadi merupakan sesuatu bentuk penyangkalan. Penyangkalan merupakan suatu contoh coping yang berfokus pada emosi (emotion-focused coping) (Lazarus & Folkman,1984). Pada coping yang berfokus pada emosi, orang berusaha segera mengurangi dampak stresor, dengan menyangkal adanya stresor atau menarik diri dari situasi. Namun, coping yang berfokus pada emosi tidak menghilangkan stresor (sebagai contoh, suatu penyakit yang serius) atau tidak juga membantu individu dalam mengembangkan cara yang lebih baik untuk mengatur stresor. Sebaliknya, coping yang berfokus pada masalah (Problem-focused coping) orang menilai stresor yang mereka hadapi dan melakukan sesuatu untuk mengubah stresor atau memodifikasi reaksi mereka untuk meringankan efek dari stresor tersebut.
Coping yang berfokus pada masalah melibatkan strategi untuk menghadapi secara langsung sumber stres, seperti mencari informasi tentang penyakit dengan mempelajari sendiri atau melalui konsultasi medis. Pencarian informasi membantu individu untuk tetap bersikap optimis karena dengan pencarian informasi tersebut timbul harapan akan mendapatkan informasi yang bermanfaat.   
b)      Harapan akan Self-Efficary
Harapan akan self-efficary berkenaan dengan harapan kita terhadap kemampuan diri dalam mengatasi tantangan yang kita hadapi, harapan terhadap kemampuan diri untuk dapat menampilkan tingkah laku terampil, dan harapan terhadap kemampuan diri untuk dapat menghasilkan perubahan hidup yang positif (Bandura, 1982, 1986). Kita mungkin dapat mengelola stres dengan baik, termasuk stres karena penyakit, apabila kita percaya diri dan yakin bahwa kita mampu mengatasi stres (memiliki harapan yang tinggi).  
c)      Ketahanan Psikologis
Ketahanan psikologis (psychological hardiness) atau sekumpulan trait individu yang dapat membantu dalam mengelola stres yang dialami. Penelitian tentang ketahanan psikologis terutama adalah kontribusi dari Suzane Kobasa (1979) dan koleganya yang menyelidiki para eksekutif bisnis yang memiliki ketahanan terhadap penyakit meski mengalami beban stres yang berat. Tiga perangai utama yang membedakan ketahanan psikologis para eksekutif tersebut (Kobasa, Maddi, & Kahn, 1982, hal 162-170), yaitu :
ü  Komitmen yang tinggi
ü  Tantangan yang tinggi
ü  Pengendalian yang kuat terhadap hidup (Maddi & Kobasa, 1984)
Secara psikologis orang yang ketahanan psikologisnya tinggi cenderung lebih efektif dalam mengatasi stres dengan menggunakan pendekatan coping yang berfokus pada massalah secara aktif (Wiliams, Wiebe, & Smith, 1992). Kobasa menunjukkan bahwa orang yang ketahanan psikologisnya tinggi lebih baik dalam menangani stres karena mereka menganggap diri mereka sebagai “Orang yang memilih situasi stres itu sendiri ”. mereka menganggap stresor yang mereka hadapi membuat kehidupan lebih menarik dan menantang, bukan semata-mata membebani mereka dengan tekanan-tekanan tambahan. Jadi pengendalian adalah faktor kunci dalam ketahanan psikologis.
d)     Optimisme
Penelitian menunjukan bahwa melihat gelas sebagai separuh penuh lebih sehat dibandingkan melihat gelas sebagai setengah kosong (Scheicer dan Carver,1992). Dalam studi tentang hubungan antara optimisme dengan kesehatan, Schiever dan Carver (1985) mengukur optimism mahasiswa menggunakan Tes Orientasi Kehidupan (Life Orientation Test/LOT). Mahasiswa juga diminta melacak simtom fisik mereka masing-masing selama 1 bulan. Penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang mempunyai nilai optimisme lebih tinggi melaporkan gejala fisik yang lebih sedikit seperti kelelahan, pusing, pegal-pegal, dan penglihatan yang kabur (Gejala pada subyek penelitian di awal penelitian diperhitungkan secara statistik sehingga dapat dikatakan bahwa studi tersebut semata-mata menunjukkan bahwa orang yang lebih sehat lebih optimis).

e)      Dukungan Sosial
Peran dukungan social sebagai penahan munculnya stres telah dibuktikan kebenarannya (misalnya, Wills & Filer Fegan, 2001). Sebuah studi menunjukkan bahwa semakin luasnya jaringan kontak sosial yang dimiliki seseorang berhubungan dengan semakin besarnya resistansi/ketahanan terhadapa berkembangannya infeksi ketika seseorang terkena virus flu biasa (Cohen, dkk, 1997). Para penyelidik percaya bahwa memiliki kontak sosial yang luas membantu melindungi system kekebalan tubuh terhadap stres.    
f)       Identitas Etnik
Orang-orang Afrika-Amerika umumnya risiko lebih besar daripada Eropa-Amerika dalam masalah kesehatan yang kronis seperti obesitas, hipertensi, penyakit jantung, dan tipe-tipe kanker tertentu (Angier, 2000b; Ansderson, 1991). Stresor tertentu yang sering dihadapi oleh orang-orang Afrika-Amerika seperti rasisme, kemiskinan, kekerasan dan kondisi kehidupan yang padat, akan mengakibatkan tingginya risiko masalah kesehatan (Ansderson, 1991). Akan tetapi, orang-orang Afrika-Amerika sering manunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap stres (Cutrona dkk, 2000). Faktor-faktor yang dapat menahan stres pada orang-orang Afrika-Amerika di antaranya adalah jaringan social keluarga yang kuat, teman, keyakinan seseorang terhadap kemampuan dirinya dalam menghadapi stres (self-efficacy), keterampilan coping, serta identitas etnik.   


BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Stres adalah tekanan internal maupun eksternal serta kondisi bermasalah lainnya dalam kehidupan (an I nternal and eksternal pressure and other troublesome condition in life). Dalam kamus psikologi (Chaplin, 2002) stres merupakan suatu keadaan tertekan baik itu secara fisisk maupun psikologis.

 Stressor sebagai pemicu stres jenisnya bervariasi antar individu. Stressor yang sama belum tentu memiliki pengaruh stres yang sama bagi orang yang berbeda, sehingga kemampuan mengatasi satu kondisi yang sama juga berbeda antara satu orang dengan orang lainnya (Wallace, 2007).

Stres yang terjadi pada individu menyebabkan banyak perilaku abnormal. Strategi untuk meminimalisir stres dalam psikologi dijelaskan dengan detail yaitu secara kognitif dan psikologis sehingga individu dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari jika mereka mengalami stres.


DAFTAR PUSTAKA

Jefrey S. Nevid, dkk. 2009. Psikologi Abnormal. Jakarta : Erlangga.

Pratiwi, Niken. 2011. Definisi Stres, Hubungan Stres dengan Psikologi Lingkungan dalam Kehidupan Sehari-hari. Tersedia pada :  http://ncanmucan.blogspot.com/2011/05/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html diakses tanggal 20 Oktober 2012

Tristiadi Ardi Ardani, dkk.2007. Psikologi Klinis. Yogyakarta : Graha Ilmu

Yuwono, Susatyo. 2010. Mengelola Stres dalam Perspektif Islam dan Psikologi, Jurnal Ilmiah Psikologi Psycho Idea. Purwokerto : Psycho Idea





Tidak ada komentar:

Posting Komentar