STRES
Disusun oleh :
Rina Hasanah NIM.
1107010023
Isah
NIM.1107010025
Mutia Zahro Isnaeni NIM.
1107010032
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap manusia di dalam kehidupan sehari-harinya tentu pernah
mengalami kegagalan dan ketidaksesuaian kenyataan yang dihadapi dengan harapan
sebelumnya. Kondisi ini dapat mengarahkan dia ke situasi yang tidak nyaman,
yang membuat dirinya sedih, cemas, ragu-ragu, atau bingung. Kondisi ini adalah
salah satu ciri adanya gangguan psikis, yang mana di bidang psikologi di
antaranya dikenal sebagai kondisi stres.
Stres yang terjadi akan menimbulkan berbagai komplikasi gangguan,
baik fisik, sosial maupun psikologis. Kemampuan berfikir individu pada kondisi
stress mengalami perubahan, terutama dalam konsentrasi, kemampuan memahami
situasi, pengambilan keputusan dan menemukan solusi. Hal tersebut menimbulakan
perilaku abnormal pada individu yang mengalami stres.
Seringkali individu mengalami dilemma saat diharuskan memilih
daiantara alternatif yang ada apalagi bila hal tersebut menyangkut kehidupanya
di masa depan. Konflik bisa menjadi pemicu timbulnya stres atau setidaknya
membuat individu mengalami ketegangan yang berkepanjangan yang akan mengalami
kesulitan untuk mengatasinya. Dalam perspektif psikologi ada beberapa strategi
dalam meminimalisir stres sehingga individu dapat mengatasinya dengan baik.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa definisi
stres?
2.
Mengapa stres
bisa terjadi?
3.
Bagaimana
perilaku abnormal dari stres?
4.
Bagaimana cara
meminimalisir gangguan stres?
C.
Tujuan
1.
Menjelaskan
definisi stres
2.
Mendiskripsikan
gangguan stres
3.
Menerangkan
perilaku abnormal dari ganguan stres
4.
Menerangkan
cara meminimalisir gangguan stres
D.
Manfaat
1.
Dapat
mengetahui definisi stres
2.
Mampu
menggambarkan gangguan-gangguan stres
3.
Mengerti
perilaku abnormal dari gangguan stres
4.
Dapat terhindar
dari gangguan stres
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1.
Definisi Stres
Hubungan
antara fikiran (mind )dan tubuh sangat berkaitan erat sudah dipastikan
fungsi mental selalu tergantung pada otak, sekarang para klinis dan ilmuan
menyadari bahwa pikiran dan tubuh sangat kuat terjalin tidak seperti yang
diperkirakanoleh model dualistic itu bahwa faktor psikologis mempengaruhi
dan dipengaruhi oleh fungsi fisik. Dengan kata lain, kesehatan mental dan
kesehatan fisik tidak terpisahkan (Kendler, 2001 ; USDHHS, 1999a).
Pembahasan
tentang hubungan antara pikiran dan tubuh diawali dengan mendalami peranan
stres dalam fungsi fisik maupun mental. Istilah stress menunjukkan adanya
tekanan atau kekuatan pada tubuh. Dalam dunia fisik, batu dengan berat
berton-ton yang berjatuhan pada saat tanah longsor mengakibatkan stres,
membentuk lekukan atau lobang. Dalam psikologi, kita menggunakan istilah stres
untuk menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu/organism
agar ia beradaptasi atau menyesuaikan diri.
Dalam
buku Psikologi klinis definisi stres adalah tekanan internal maupun
eksternal serta kondisi bermasalah lainnya dalam kehidupan (an I nternal and
eksternal pressure and other troublesome condition in life). Dalam kamus
psikologi (Chaplin, 2002) stres merupakan suatu keadaan tertekan baik itu
secara fisisk maupun psikologis.
Stres
bersumber dari frustasi dan konflik yang dialami individu yang dapat berasal
dari berbagai bidang kehidupan manusia. Konflik antara dua atau lebih kebutuhan
atau keinginan yang diingin dicapai, yang terjadi secara berbenturan juga bisa
menjadi penyebab timbulnya stres.
Sering
kali individu mengalami dilema saat diharuskan memilih diantara alternative
yang ada apalagi bila hal tersebut menyangkut kehidupannya dimasa depan.
Konflik bisa menjadi pemicu timbulnya stres atau setidaknya membuat individu
mengalami ketegangan yang berkepanjangan yang akan mengalami kesulitan untuk
mengatasinya.
Istilah stres ditemukan oleh Hans Selye
(dalam Sehnert, 1981) yang mendefinisikan stres sebagai respon yang tidak
spesifik dari tubuh pada tiap tuntutan yang dikenakan padanya. Dengan kata lain
istilah stres dapat digunaan untuk menunjukkan suatu perubahan fisik yang luas
yang disulut oleh berbagai faktor psikoogis atau faktor fisik atau kombinasi
kedua faktor tersebut.
Stres adalah pengalaman
yang bersifat internal yang menciptakan adanya ketidak seimbangan fisik dan
psikis dalam diri seseorang akibat dari faktor lingkungan eksternal, organisasi
atau orang lain (Szilagyi, 2000). Stres biasanya dianggap sebagai sesuatu yang
negatif. Sering dikira disebabkan oleh sesuatu yang buruk, dan disebut sebagai distress.
Tetapi ada juga stres yang positif, yang disebabkan oleh sesuatu yang baik,
misal dipromosikan untuk kenaikan pangkat dengan diberikan pekerjaan di tempat
lain.Gibson, Ivancevich dan Donnely (1996) mendefinisikan stress sebagai suatu
tanggapan penyesuaian, diperantarai oleh perbedaan- perbedaan individu dan atau
proses psikologis, akibat dari setiap tindakan lingkungan, situasi, atau
peristiwa yang menetapkan permintaan psikologis dan atau fisik berlebihan
kepada seseorang. Definisi tersebut menggambarkan stres sedikit lebih negatif,
sedangkan menurut pakar stres, Dr. Hans Selye,memperkenalkan stres sebagai
suatu rangsangan dalam pengertian positif ,disebut sebagai Eutress. Eustress
membuat individu mampu beradaptasi terhadap lingkungan dan menyebabkan
terjadinya perkembangan ke arahyang lebih baik. Eutress diperlukan dalam
hidup.
Menurut Lazarus (1976) stres adalah suatu keadaan psikologis individu
yang disebabkan kerena individu dihadapkan pada situasi internal dan eksternal.
Sedangkan menurut Korchin (1976) keadaan stres muncul apabila tuntutan-tuntutan
yang luar biasa atau terlalu banyak mengancam kesejahteraan atau integritas
seseorang. Stres tidak hanya kondisi yang menekan seseorang ataupun keadaan
fisik atau psikologis seseorang maupun reaksinya terhadap tekanan tadi, akan tetapi
stres adalah keterkaitan antara ketiganya (Prawitasari, 1989). reaksinya
terhadap tekanan tadi, akan tetapi stres adalah keterkaitan antara ketiganya
(Prawitasari, 1989).
2.
Faktor-faktor
Penyebab Gangguan Stres
Stressor
sebagai pemicu stres jenisnya bervariasi antar individu. Stressor yang sama
belum tentu memiliki pengaruh stres yang sama bagi orang yang berbeda, sehingga
kemampuan mengatasi satu kondisi yang sama juga berbeda antara satu orang
dengan orang lainnya (Wallace, 2007). Hal ini dipengaruhi oleh karakteristik
stressor dan persepsi serta toleransi individu terhadap stressor (Bucker,
1991). Karakteristik stressor meliputi makna stressor bagi individu, jumlah dan
durasi stressor, komplesitas pengaruh dan waktu munculnya stressor.
Stressor
yang memiliki makna tinggi bagi individu dirasakan lebih berat daripada yang
kurang bermakna, misalnya meninggalnya istri menjadi stressor yang lebih tinggi
daripada meninggalnya tetangga. Makin banyak jumlah stressor dan makin lama
stressor tersebut menerpa, makin tinggi juga akibat yang dirasakan individu.
Seseorang yang kematian anggota keluarga, kemudian kehilangan mobil, dan
dipecat dari pekerjaan akan merasakan beban yang berat karena diterpa lebih
dari satu macam stressor. Apabila stressor tersebut terjadi dalam durasi yang
lama akan menyebabkan stres yang dirasakan makin berat. Pemecatan dari
pekerjaan akan menimbulkan rentetan peristiwa yang dapat menjadi stressor lain,
misalnya kondisi ekonomi keluarga memburuk, keharmonisan keluarga menghilang,
konflik dengan orangtua, tuntutan biaya sekolah anak, dsb, yang semuanya
menjadi stressor berat juga. Bagi individu yang berasal dari keluarga kaya
mungkin tidak akan merasakan berat stressor pemecatan ini. Stressor yang muncul
serta mendadak atau pada waktu yang tidak diharapkan akan dirasakan lebih berat
daripada kalau individu sudah mampu memperkirakan munculnya stressor ini.
Toleransi
individu terhadap stressor akan menentukan apakah ia akan menjadi terganggu
atau tidak dengan munculnya stressor ini. Bucker dan Wallace mengatakan bahwa
ada beberapa macam jenis stressor, yaitu :
a.
Kematian
Meninggalnya seseorang yang dekat
akan menimbulkan rasa kehilangan yang dalam, misalnya kematian pasangan hidup,
anak, dan orangtua. Stres yang muncul dapat mengarahkan individu pada kesedihan
yang tinggi.
b.
Perceraian
Sebagaimana kematian, perceraian
juga memunculkan ketakutan terhadap figur yang akan mendampingi atau memberikan
nafkah dan perhatian kepada pasangan atau keluarga. Bagi anak akan mengalami
kecemasan karena kehilangan figure pelindung orangtuanya.
c.
Kesulitan
Ekonomi
Kesulitan ekonomi yang terjadi akibat
berkurangnya pendapatan akan memunculkan ketakutan terhadap pemenuhan kebutuhan
hidup diri dan keluarga. Bagaimana memperoleh makan, pakaian, rumah, dan
kebutuhan lainnya. Apalagi kalau individu tersebut terbiasa hidup mewah dan
manja.
d.
Frustasi
Kegagalan yang terjadi secara
berulang-ulang ketika usaha yang dilakukan dirasakan sudah maksimal, akan
menimbulkan rasa frustasi. Rasa frustasi akan menimbulkan ketakutan terhadap
pencapaian target usaha yang dituntut diri sendiri atau orang lain. Misalnya,
keluarga, masyarakat dan atasan dikantor.
e.
Konflik
Perbedaan dan pertentangan yang
berujung pada konflik dapat menimbulkan ketakutan akan kelangsungan hidupnya,
misalnya konflik dikeluarga dapat mengancam kelanggengan pernikahan, atau
konflik dikantor akan menimbulkan kekhawatiran terhadap karirnya.
f.
Tekanan
Tuntutan yang tinggi dari orang lain
dapat menjadi sumber stres juga, misalnya atasan yang mematok target tinggi
akan menimbulkan kekhawatiran tercapai atau tidaknya target tersebut.
Secara
umum, proses terjadinya stres dapat dijelaskan melalui bagan berikut :
Stressor
potensial Persepsi stres atau tanpa stres
|
Stressor
potensial yang muncul akan ditangkap oleh indera indivu, yang kemudian dimaknai
melalui proses persepsi. Hasil pemaknaan ini akan memunculkan kesimpulan apakah
stressor tersebut mengancam atau tidak. Apabila mengancam, maka akan terjadi
stres dan sebaliknya.
3.
Perilaku
Abnormal dari Gangguan Stres
Dari
uraian diatas dapat diketahui perialku abnormal akibat gangguan stres adalah
sebagai berikut :
a. Agresi
Yaitu kemarahan yang meluap-luap dan
mengadakan penyerangan kasar karena seseorang mengalami kegagalan. Biasanya
adapula tindakan sadistik dan membunuh orang. Agresi ini sangat menggangu
fungsi intelegensi sehingga harga dirinya merosot.
b. Regresi
Yaitu kembalinya individu pada
pola-pola primitif dan kekanak-kanakan. Misalnya dengan jalan menjerit-jerit,
menangis meraung-raung, membanting barang, menghisap ibu jari, mengompol, pola
tingkah laku histeris, dll. Tingkah laku diatas didorong oleh adanya rasa
dongkol, kecewa ataupun tidak mampu memecahkan masalah. Tingkah laku diatas
adalah ekspresi dari rasa menyerah, kalah, putus asa dan mental yang lemah.
c. Fixatie
Merupakan suatu respon individu yang
selalu melakukan sesuatu yang bentuknya stereotipi, yaitu selalu memakai
cara yang sama. Misalnya, menyelesaikan kesulitannya dengan pola membisu,
membentur kepala, berlari-lari histeris, mengedor-gedor pintu memukul-mukul
dada sendiri, dll. Semua itu dilakukan sebagai alat pencapai tujuan, menyalurkan
kedongkolan ataupun alat balas dendam.
d. Pendesakan dan komplek-komplek terdesak
Pendesakan adalah usaha untuk
menghilangkan atau menekankan ketidak sadaran beberapa kebutuhan,
pikiran-pikiran yang jahat, nafsu-nafsu dan perasaan yang negatif. Karena
didesak oleh keadaan yang tidak sadar maka terjadilah komplek-komplek terdesak
yang sering menggangu ketenangan batin yang berupa mimpi-mimpi yang menakutkan
, halusinasi, delusi, ilusi, salah baca, dll.
e. Rasionalisme
Adalah cara untuk menolong diri
secara tidak wajar atau taktik pembenaran diri dengan jalan membuat sesuatu
yang tidak rasional dengan tidak menyenangkan. Misalnya, seorang yang gagal
secara total melakukan tugas akan berkata bahwa tugas tersebut terlalu berat
baginya karena dirinya masih muda.
f. Proyeksi
Adalah usaha melemparkan atau
memproyeksikan kelemahan sikap-sikap diri yang negative pada orang lain.
Misalnya orang yang sangat iri hati dengan kekayaan dan kesuksesan tetangganya
akan berkata bahwa sesungguhnya tetangganyalah yang sebenarnya irihati pada
dirinya.
g. Tehnik Anggur masam
Usaha memberikan atribut yang jelek
atau negative pada tujuan yang tidak bisa dicapainya. Misalnya seseorang
mahasiswa yang gagal menempuh ujian akan berkata bahwa soal ujian tidak sesuai
dengan bahan yang diajarkan.
h. Tehnik jeruk manis
Adalah usaha memberikan
atribut-atribut yang bagus dan unggul pada semua kegagalan kelemahan dan
kekurangan sendiri. Misalnya seorang diplomat yang gagal total melakukan tugas
akan berkata “Inilah tehnik diplomatif bertaraf internasional, mundur untuk
merebut kemenangan”
i.
Identifikasi
Adalah usaha menyamakan diri sendiri
dengan orang lain, misalnya mengidentifikasikan diri dengan bintang film tenar,
professor cemerlang dll. Semua itu bertujuan memberikan keputusan semu pada
dirinya.
j.
Narsisme
Adalah perasaan superior, merasa
dirinya penting dan disertai dengan cinta diri yang patologis dan
berlebih-lebihan. Orang ini sangat egoistis dan tidak pernah peduli dengan
dunia luar.
k. Autisme
Ialah gejala menutup diri secara
total dari dunia nyata dan tidak mau berkomunikasi lagi dengan dunia luar yang
dianggap kotor dan jahat, penuh kepalsuan dan mengandung bahaya yang
mengerikan. Maka bila tingkah laku yang demikian dijadikan pola kebiasaan akan
mengakibatkan bertumpuknya kesulitan hidup, bertambahnya konflik-konflik batin
yang kronis lalu terjadilah disintegrasi kepribadian.
4.
Cara
Meminimalisir Gangguan Stres
Dalam psikologi ada berbagai cara untuk meminimalisir gangguan stres. Menurut Wallace
(2007) adalah sebagai berikut :
1)
Cognitive
restructuring, yaitu dengan
mengubah cara berfikir negative menjadi positif. Hal ini dapat dilakukan
melalui pembiasaan dan pelatihan.
2)
Journal
writing, yaitu menuangkan apa yang dirasakan
dan dipikirkan dalam jurnal atau gambar.
3)
Time
management, yaitu mengatur
waktu secara efektif untuk mengurangi stres akibat tekanan waktu.
4)
Relaxation
technique, yaitu
mengembalikan kondisi tubuh pada homoestatis, yaitu kondisi tenang sebelum ada
stressor.
Menurut
Tristiadi Ardi Ardani, dkk dalam buku Psikologi Klinis
menjelaskan strategi mengatasi stres secara kognitif, antara lain :
1)
Represi
Adalah upaya seseorang untuk
menyingkirkan frustasi, stres, dan semua yang menimbulkan kecemasan.
2)
Menyangkal
kenyataan
Menyangkal kenyataan mengandung
unsur penipuan diri. Bila seseorang menyangkal kenyataan maka ia menganggap
tidak adanya pengalaman yang tidak menyenangkan dengan maksud untuk melindungi
dirinya sendiri.
3)
Fantasi
Dengan berfantasi orang sering
merasa dirinya mencapai tujuan dan dapat menghindarkan dari frustasi dan stres.
Orang yang sering melamun kadang-kadang menemukan bahwa kreasi lamunananya itu
lebih menarik daripada kenyataan yang sesungguhnya. Bila fantasi dilakukan
secara sedang-sedang dan dalam pengendalian kesadaran yang baik, maka frustasi
menjadi cara yang sehat untuk mengatasi stres.
4)
Rasionalisasi
Rasionalisasi ini dimaksudkan segala
usaha seseorang untuk mencari alasan yang dapat diterima secara sosial untuk
membenarkan atau menyembunyikan perilakunya yang buruk. Rasionalisasi juga bisa
muncul ketika seseorang menipu dirinya sendiri dengan pura-pura menganggapnya
buruk adalah baik atau sebaliknya.
5)
Intelektualisasi
Seseorang yang menggunakan taktik
ini maka yang menjadi masalah akan dipelajari atau mencari tahu tujuan
sebenarnya supaya tidak terlalu terlibat dengan persoalan secara emosional.
Dengan intelektualisasi seseorang setidaknya dapat sedikit mengurangi hal-hal
yang pengaruhnya tidak menyenangkan bagi dirinya dan memberikan kesempatan pada
dirinya untuk meninjau permasalahan secara subjektif.
6)
Pembentukan
Reaksi
Seseorang dikatakan berhasil
menggunakan metode ini bila dia berusaha menyembunyikan motif dan perasaan
sesungguhnya baik represi atau supresi dan menampilkan wajah yang berlawanan
dengan kenyataan yang dihadapi.
7)
Proyeksi
Seseorang yang menggunakan tehnik
ini biasanya sangat cepat dalam memperlihatkan ciri pribadi orang lain yang
tidak ia sukai dengan sesuatu yang dia perhatikan itu akan diperbesar-besarnya
lagi. Tehnik ini mungkin dapat digunakan untuk menghadapi kenyataan akan
keburukan dirinya.
Jefrey S. Nevid, dkk menjelaskan faktor-faktor
psikologis yang dapat meminimalisir gangguan stres. Faktor-faktor psikologis
tersebut adalah :
a)
Cara Coping
Stres
Berpura-pura seakan masalah tidak
ada atau tidak terjadi merupakan sesuatu bentuk penyangkalan. Penyangkalan
merupakan suatu contoh coping yang berfokus pada emosi (emotion-focused
coping) (Lazarus & Folkman,1984). Pada coping yang berfokus pada
emosi, orang berusaha segera mengurangi dampak stresor, dengan menyangkal
adanya stresor atau menarik diri dari situasi. Namun, coping yang
berfokus pada emosi tidak menghilangkan stresor (sebagai contoh, suatu penyakit
yang serius) atau tidak juga membantu individu dalam mengembangkan cara yang
lebih baik untuk mengatur stresor. Sebaliknya, coping yang berfokus pada
masalah (Problem-focused coping) orang menilai stresor yang mereka
hadapi dan melakukan sesuatu untuk mengubah stresor atau memodifikasi reaksi
mereka untuk meringankan efek dari stresor tersebut.
Coping yang berfokus pada masalah
melibatkan strategi untuk menghadapi secara langsung sumber stres, seperti
mencari informasi tentang penyakit dengan mempelajari sendiri atau melalui
konsultasi medis. Pencarian informasi membantu individu untuk tetap bersikap
optimis karena dengan pencarian informasi tersebut timbul harapan akan
mendapatkan informasi yang bermanfaat.
b)
Harapan akan Self-Efficary
Harapan akan self-efficary
berkenaan dengan harapan kita terhadap kemampuan diri dalam mengatasi tantangan
yang kita hadapi, harapan terhadap kemampuan diri untuk dapat menampilkan
tingkah laku terampil, dan harapan terhadap kemampuan diri untuk dapat
menghasilkan perubahan hidup yang positif (Bandura, 1982, 1986). Kita mungkin
dapat mengelola stres dengan baik, termasuk stres karena penyakit, apabila kita
percaya diri dan yakin bahwa kita mampu mengatasi stres (memiliki harapan yang
tinggi).
c)
Ketahanan
Psikologis
Ketahanan psikologis (psychological
hardiness) atau sekumpulan trait individu yang dapat membantu dalam
mengelola stres yang dialami. Penelitian tentang ketahanan psikologis terutama
adalah kontribusi dari Suzane Kobasa (1979) dan koleganya yang menyelidiki para
eksekutif bisnis yang memiliki ketahanan terhadap penyakit meski mengalami
beban stres yang berat. Tiga perangai utama yang membedakan ketahanan
psikologis para eksekutif tersebut (Kobasa, Maddi, & Kahn, 1982, hal 162-170),
yaitu :
ü Komitmen yang tinggi
ü Tantangan yang tinggi
ü Pengendalian yang kuat terhadap hidup (Maddi & Kobasa, 1984)
Secara
psikologis orang yang ketahanan psikologisnya tinggi cenderung lebih efektif
dalam mengatasi stres dengan menggunakan pendekatan coping yang berfokus
pada massalah secara aktif (Wiliams, Wiebe, & Smith, 1992). Kobasa
menunjukkan bahwa orang yang ketahanan psikologisnya tinggi lebih baik dalam
menangani stres karena mereka menganggap diri mereka sebagai “Orang yang
memilih situasi stres itu sendiri ”. mereka menganggap stresor yang mereka
hadapi membuat kehidupan lebih menarik dan menantang, bukan semata-mata
membebani mereka dengan tekanan-tekanan tambahan. Jadi pengendalian adalah
faktor kunci dalam ketahanan psikologis.
d)
Optimisme
Penelitian menunjukan bahwa melihat
gelas sebagai separuh penuh lebih sehat dibandingkan melihat gelas sebagai
setengah kosong (Scheicer dan Carver,1992). Dalam studi tentang hubungan antara
optimisme dengan kesehatan, Schiever dan Carver (1985) mengukur optimism mahasiswa
menggunakan Tes Orientasi Kehidupan (Life Orientation Test/LOT).
Mahasiswa juga diminta melacak simtom fisik mereka masing-masing selama 1
bulan. Penelitian ini menunjukkan bahwa mahasiswa yang mempunyai nilai
optimisme lebih tinggi melaporkan gejala fisik yang lebih sedikit seperti
kelelahan, pusing, pegal-pegal, dan penglihatan yang kabur (Gejala pada subyek
penelitian di awal penelitian diperhitungkan secara statistik sehingga dapat
dikatakan bahwa studi tersebut semata-mata menunjukkan bahwa orang yang lebih
sehat lebih optimis).
e)
Dukungan Sosial
Peran dukungan social sebagai
penahan munculnya stres telah dibuktikan kebenarannya (misalnya, Wills &
Filer Fegan, 2001). Sebuah studi menunjukkan bahwa semakin luasnya jaringan
kontak sosial yang dimiliki seseorang berhubungan dengan semakin besarnya
resistansi/ketahanan terhadapa berkembangannya infeksi ketika seseorang terkena
virus flu biasa (Cohen, dkk, 1997). Para penyelidik percaya bahwa memiliki
kontak sosial yang luas membantu melindungi system kekebalan tubuh terhadap
stres.
f)
Identitas Etnik
Orang-orang Afrika-Amerika umumnya risiko lebih besar daripada
Eropa-Amerika dalam masalah kesehatan yang kronis seperti obesitas, hipertensi,
penyakit jantung, dan tipe-tipe kanker tertentu (Angier, 2000b; Ansderson,
1991). Stresor tertentu yang sering dihadapi oleh orang-orang Afrika-Amerika
seperti rasisme, kemiskinan, kekerasan dan kondisi kehidupan yang padat, akan
mengakibatkan tingginya risiko masalah kesehatan (Ansderson, 1991). Akan
tetapi, orang-orang Afrika-Amerika sering manunjukkan ketahanan yang tinggi
terhadap stres (Cutrona dkk, 2000). Faktor-faktor yang dapat menahan stres pada
orang-orang Afrika-Amerika di antaranya adalah jaringan social keluarga yang
kuat, teman, keyakinan seseorang terhadap kemampuan dirinya dalam menghadapi
stres (self-efficacy), keterampilan coping, serta identitas
etnik.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Stres adalah tekanan internal maupun eksternal serta kondisi
bermasalah lainnya dalam kehidupan (an I nternal and eksternal pressure and
other troublesome condition in life). Dalam kamus psikologi (Chaplin, 2002)
stres merupakan suatu keadaan tertekan baik itu secara fisisk maupun psikologis.
Stressor sebagai pemicu stres jenisnya
bervariasi antar individu. Stressor yang sama belum tentu memiliki pengaruh
stres yang sama bagi orang yang berbeda, sehingga kemampuan mengatasi satu
kondisi yang sama juga berbeda antara satu orang dengan orang lainnya (Wallace,
2007).
Stres yang terjadi pada individu menyebabkan banyak perilaku
abnormal. Strategi untuk meminimalisir stres dalam psikologi dijelaskan dengan
detail yaitu secara kognitif dan psikologis sehingga individu dapat
mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari jika mereka mengalami stres.
DAFTAR PUSTAKA
Jefrey
S. Nevid, dkk. 2009. Psikologi Abnormal. Jakarta : Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar