Kamis, 11 April 2013

KESEHATAN MENTHAL


REVIUW JURNAL
MOTIVASI DAN KEMAMPUAN KOGNITIF SOSIAL: MUSUH ATAU CERITA CINTA?
Arie W Krunglanskin
2001

Disusun Oleh :
ISAH
1107010025

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2012


1. Latar Belakang Masalah
Jurnal ini membahas empat model yang berbeda untuk mengkonseptualisasikan hubungan antara  motivasi dan kognisi dalam psikologi sosial kontemporer. Yang pertama, disebut sebagai "Antagonis" mengasumsikan bahwa motivasi dan kognisi adalah alternative dan cara potensi bersaing untuk mencapai penilaian. Pernyataan ini berdasarkan dari tradisi Barat yang berasal dari Plato dan Aristoteles, dan pernyataan tersebut dikemukakan lagi oleh Freud. Model kedua disebut sebagai "segregasi", mengasumsikan bahwa perbedaan tingkat motivasi menggabungkan dengan isi kognitif yang berbeda untuk membentuk kelompok yang terpisah atau rute untuk penilaian seperti dalam kasus terkenal dari model persuasi maju pada 1980-an. Konseptualisasi ketiga Lay Teori epistemis ( LET ) mengusulkan sebuah model yang terintegrasi dimana motivasi apapun boleh mengkombinasikannya dengan konten kognitif untuk membentuk rute seragam untuk penilaian, rute ini disebut dengan "unimodel". Akhirnya, model keempat mengusulkan sebuah "fusi" di mana motivasi diperkirakan untuk memiliki aspek kognitif dan jelas dalam arti untuk membentuk suatu jenis yang unik kognisi dengan isi motivasi.
Dari empat model mengkonseptualisasikan hubungan antara motivasi dan kognitif, salah satunya adalah desegegrasi dan integrasi. Dari konsep tersebut istilah “Cinta itu buta” merupakan pernyataan sebagai motivasi dan kognisi yang datang untuk memicu seseorang menjadi pemuja cinta. Secara khusus, motivasi apapun diasumsikan dapat beroperasi pada setiap kognisi yang relevan atau tidak, tanpa ada pembatasan prasangka. Kemudian sekecil tindakan apapun, konsep motivasi dan kognisi dari empat tipe menjadi satu. Banyak pendapat yang mengatakan bahwa cinta begitu kuat sehingga cinta dapat menghilangkan identitas seseorang (contohnya : sepasang kekasih terlihat seperti pasangan suami istri yang mulai terlihat sama). Pada saat ini motivasi dianggap sebagai jenis kognisi daripada sebuah entitas non-kognitif yang terpisah. Sebelum membahas tentang kisah kebahagiaan, jurnal ini akan menjelaskan tentang pertimbangan model antagonistik hubungan motivasi-kognisi.

2. Metode Penelitian
           
            Penulis mengakui tema yang ia kembangkan tentang Hubungan antara Motivasi dan Kognisi merupakan sebuah konsep pemikiran yang perlu dipecahkan. Penulis melakukan penelitian terhadap dirinya sendiri saat ia menghadapi suatu problem dalam pekerjaannya. Ia selalu berusaha mempunyai motivasi dalam dirinnya sehingga ia dapat menemukan motivasi dalm kognisi kerjanya. Sejak awal penelitian penulis memutuskan untuk melakukan penelitian attribusional, tetapi saat ia meneliti ternyata ia juga terlibat dalam penelitiannya sendiri dalam analisis attribusional motivasi intrinsik.
            Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian mengunakan beberapa metode, diantaranya adalah :
a.       Metode pengumpulan data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode meta-analisis yaitu metode survey dalam jurnal dan dijadikan referensi dalam penelitiannya. Jurnal tersebut antaranya adalah Kruglanski, 1975; Kruglanski, Friedman dan Zeevi, 1971. Setelah penulis memahami isi dari jurnal tersebut, penulis membandingkan dengan penelitiannya sehingga ia dapat merumuskan model akuisisi dan pada jurnal yang ditulis oleh  Kruglanski, 1989, 1990 ia menyadari bahwa dirinya tenggelam dalam studi epidermis motivasi.

b.      Metode Observasi
            Metode pengamatan atau observasi yang dilakukan penulis adalah Covert Observation. Penulis mengamati sebuah kontroversi persepsi diri terhadap penelitian atribusi defensive dari argumen Tetlock dan Levi (1982) menyatakan bahwa  motivasi apabila dibandingkan dengan kognisi tidak akan seimbang. Ziva Kunda (1990) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa motivasi dan kognisi seimbang, kemudian Aroson menjawab pula serupa dengan Ziva kunda berdasarkan disonansi peneliti.

           Masalah yang diuraikan oleh penulis dalam jurnal ini berfokus pada hati nurani yang baik namun mengabaikan “Pusat-Tahap” Kontroversi, dan bagaimana penulis menerapkan teori motivasi/ Kognisi.
            Konsep pemecahan masalah yang dilakukan penulis adalah  pertama, motivasi dan kognisi merupakan antagonis dalam perjuangan kekuasaan atas pikiran manusia. kedua, ada perpecahan: keterlibatan yang intens motivasi menggabungkan dengan satu set proses kognitif, sedangkan keterlibatan ringan menggabungkan dengan satu set proses kognitif untuk membentuk rute terpisah untuk penghakiman.
Penjelasan dari konsep tersebut adalah :
1)      Model Antagonis
Ide dasar dari model antagonis adalah suatu bentuk motivasi dan kognisi yang terpisah dan berusaha bersaing dalam suatu sistem peraturan. Ide tersebut bukan ide baru, ide tersebut dikemukakan juga oleh Plato dan Aristoteles. Aristoteles mengusulkan agar intellective atau penalaran “Jiwa” sering bertentangan dengan “Jiwa” yang penuh gairah. Alasan tersebut mampu mendominasi passion. Ketika itu terjadi, rasionalitas mulai berlaku dan penilaian manusia juga pendapat yang akurat tidak terdistorsi.

Gagasan mengenai motivasi pasukan diibaratkan seperti nafsu dan keinginan sedangkan proses kognitif seperti logika atau alasan yang berada dalam konflik abadi sehingga dipandang dan diterima dalam kurun waktu yang lama sampai berabad-abad dan telah menjadi kekuatan yang kuat dalam budaya Barat pada umumnya, gagasan tersebut sebagaimana tercermin dalam pengertian populer yang dikenal saat ini seperti, pertentangan antara “Hati” dan “Kepala”.
Dalam psikologi abad ke-20, tidak ada angka yang lebih rendah dari Sigmun freud yang memeluk konsepsi antagonistik hubungan antara Gairah dan Alasan dan memberikannya seal resmi persetujuan ilmiah. Pembahasan tentang konflik digambarkan dalam teori psikoanalitik (Freud, 1923) antara Ego rasional , logis dan Id, sabar penuh gairah yang sering menimbulkan neurosis yang melemahkan fungsi adaptif. Gagasan yang dikemukakan Aristoteles dikembangkan oleh Freud yaitu mengenai iman yang dimiliki pada kekuatan besar rasionalitas. Cure neurosis diasumsikan mengikuti dari kekuatan argumen yang lebih desire yaitu dari kekuatan Ego dari orang-orang yang berasal dari Id (lihat juga McDougall, 1923).
Penulis mempertimbangkan bagaimana hubungan antara motivasi dan kognisi telah digambarkan dalam sosial modern-psikologi. Penulis menyatakan bahwa seseorang memungkinkan mempunyai Antagonisme. Tetapi tidak begitu banyak kekuatan Antagonisme yang terdapat dalam jiwa, Antagonisme hanya berdiri pada posisi ilmiah. Anggapan tersebut merupakan “Pusat-Tahap” kontroversi yang penulis sebutkan sebelumnya. Sebuah perdebatan antara pendukung pandangan yang mempunyai argument yang berbeda.
Penulis akhirnya menyimpulkan bahwa dalam penelitian ini ditemukan persuasif yang menyangkut efek motivasi unik yang tidak mengikuti variabel kognitif. Buktinya adalah fisiologis gairah, ketika informasi yang tidak konsisten dengan pendapat seseorang ditemui dan tidak dihargai, ketika itu terjadi maka sesuatu yang negative dapat mempengaruhinya seperti perbedaan ketetapan pada pengolahan informasi atau selektivitas pengolahan dalam kondisi motivasi yang sesuai. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa efek motivasi dalam kognisi sosial adalah hubungan antara “Kehidupan dan Kebaikan ”.
2)      Model Segregasi
              keterlibatan yang intens sehingga motivasi menggabungkan dengan satu set proses kognitif, sedangkan keterlibatan ringan menggabungkan dengan satu set proses kognitif untuk membentuk rute terpisah untuk penghakiman/pengaturan disebut dengan model segregasi. Ketika perdebatan antagonistik telah mereda, sebaliknya pandangan baru tentang hubungan motivasi-kognisi muncul yang disebut dengan model segregasi.
            Penulis mempunyai dua alasan sebagai landasan dari model Segregasi. Alasan pertama, motivasi kognitif terpisah cluster diasumsikan melalui penilaian yang bersifat alternatif.  Kedua, model segregasi menunjukkan perbedaan proses penilaian yaitu menggunakan penilaian secara kualitatif dalam dua cluster. Contoh dari alasan tersebut adalah perlunya penutupan kognitif (Kruglanski, Webster y Lem, 1993; Webster y Kruglanski, 1994; Kruglanski y Webster, 1996; Webster y Kruglanski, 1998). Mereka berpendapat secara teoritis dan empiris bahwa individu memiliki kebutuhan tinggi untuk penutupan kognitif, misalnya ia tidak bisa mentolerir ambiguitas atau ketidakpastian tentang itu  dan dalam pengertian ini sangat terlibat di dalamnya, tingkat pengolahan berkurang, dan penggunaan isyarat sederhana dan heuristik, meningkat, semua demi kepentingan penutupan cepat dan siap. Kita dapat melihat bahwa keterlibatan motivasi tinggi dapat menekan daripada meningkatkan tingkat pengolahan dan perawatan dan presisi dengan pengolahan yang dilakukan. Semua ini berjalan agak bertentangan, maka pertentangan ini merupakan sebuah "anomali" untuk  model segregasi lurus.
Contoh diatas menunjukkan bahwa "lurus" model segregasi tidak mengalami beberapa pengecualian untuk yang mendalilkan. Kita tidak bisa mempertahankan ide appealingly sederhana yang tinggi keterlibatan motivasi mengarah pada satu jenis pengolahan dan motivasi rendah keterlibatan ke jenis pengolahan.
Kesimpulan dari isi jurnal ini penulis menyampaikan tentang, Motivasi seperti Kognisi Vs Motivasi dan Kognisi. Pandangan ini berasal dari motivasi pada saat penulis melakukan pengamatan dan mengajukan dua pertanyaan mengenai hubungan
dari motivasi dan Kognisi. Pertanyaan yang pertama: apakah hubungan motivasi dan kognisi menghilangkan konsepsi dimana motivasi dan kognisi diperlakukan sebagai kesatuan yang terpisah? jawabannya adalah tidak ada dan tidak terlalu. Pernyataan tesebut adalah teori, dan  motivasi adalah satu kelas khusus dari kognisi. Sebagai contoh, gol adalah satu struktur pengetahuan tentang suatu konten adalah unik. Perlu kita ketahui, ini berhubungan ke emisi dari keinginan dan attainability. Struktur pengetahuan lain, argumen bahwa dunia adalah genap atau Freud adalah satu guru besar akuntansi sesungguhnya tidak ada hubunganya ke dalam konten tersebut.
Pertanyaan detik apakah konsep motivasional? menyukai gol harus dibentuk sebagai produk teori (inilah sekarang fusi memodelkan saran), atau sebagai pemandu
kekuatan dari proses teori (seperti diasumsikan pada model sebelumnya yang kita telah pertimbangkan). Jawabannya adalah, mungkin keduanya benar. Motivasi adalah segala “daya di belakang singgasana dari pertimbangan ” dan “ pertimbangan ”, atau “ kesimpulan '” sendiri. Tentu, ini bukan motivasi yang sama. Sebagai contoh, motivasi pemanduan proses pada satu kasus tertentu dapat mempunyai kebutuhan untuk penutup teori, dan produk judgmental dapat menjadi satu gol untuk membuka satu rumah makan yappie. Terdapat sebuah fundamental perbedaan di antara motivasi pada peran dari satu daya penggerak dan dari satu produk teori. Sebagai satu akta motivasi daya penggerak di belakang layar, sehingga dapat diartikan, sesuatu yang tidak memasuki ke dalam bahan pertimbangan sadar dan tidak mendasari bagian dari seseorang yang mempunyai penalaran tegas. Perbedaannya, sebagai salah satu motivasi produk teori adalah satu kesimpulan yang tegas yang diperoleh dari bukti yang relevan. Semua ini membawakan hikayat hidup bagi kita semua. Bagaimanapun, seperti Serigala Virginia satu kali ulang bertanda, tidak ada ceramah kuliah harus selalu berakhir tanpa pembicara meninggalkannya atau pendengarnya, paling tidak beberapa “ bingkah Kebenaran ”, diketahui hari ini sebagai “ pesan gaji bersih. Pesan dari penulis yang tersirat dalam jurnalnya adalah :
a)      Motivasi dan Kognisi adalah kekasih bukan musuh, buah dari cinta mereka adalah pertimbangan manusia.
b)      cinta buta, yang merupakan motivasi tidak parsial apabila dihubungkan dengan  kognisi berpengaruh kecuali sedikit  menggunakan kognisi yang relevan.
c)      motivasi.


3.  Analisis
            Jurnal ini membahas tentang hubungan Motivasi dan Kognisi. Dari hubungan tersebut penulis ingin menguak apakah motivasi dan kognisi merupakan suatu yang berbeda sehingga dapat diibaratkan sebagai musuh atau sebagai satu kesatuan yang padu dan dapat diibaratkan sebagai kekasih dalam cerita cinta.
            Penulis memaparkan empat model yang berbeda untuk mengkonseptualisasikan hubungan antara  motivasi dan kognisi dalam psikologi sosial kontemporer. Yang pertama, disebut sebagai "Antagonis" mengasumsikan bahwa motivasi dan kognisi adalah alternative dan cara potensi bersaing untuk mencapai penilaian. Model kedua disebut sebagai "segregasi", mengasumsikan bahwa perbedaan tingkat motivasi menggabungkan dengan isi kognitif yang berbeda untuk membentuk kelompok yang terpisah atau rute untuk penilaian. Konseptualisasi ketiga Lay Teori epistemis ( LET ) mengusulkan sebuah model yang terintegrasi dimana motivasi apapun boleh mengkombinasikannya dengan konten kognitif untuk membentuk rute seragam untuk penilaian, rute ini disebut dengan "unimodel". Akhirnya, model keempat mengusulkan sebuah "fusi" di mana motivasi diperkirakan untuk memiliki aspek kognitif dan jelas dalam arti untuk membentuk suatu jenis yang unik kognisi dengan isi motivasi.



            Motivasi dan kognisi dianggap tidak mempunyai kaitan yang erat dan menimbulkan masalah. Masalah tersebut adalah bagaimana mereka berhubungan satu sama lain (dalam, antagonis terpisah atau secara terpadu). Motivasi diartikan sebagai kognisi. Penulis setelah melakukan penelitian kognisi sosial mengatakan bahwa motivasi diperlakukan sebagai inferensi. Unsur-unsur pendukung motivasi adlah dari “Intrinsik dan Ekstrinsik”.
Kelebihan :
            Kelebihan dari jurnal ini adalah pembahasan hubungan Motivasi dan Kognisi menggunakan perbandingan teori-teori tokoh yang terkemuka. Penulis memberikan bukti-bukti konkret sehingga lebih menguatkan argument yang ia bahas dalam jurnalnya.
Kelemahan :
            Bahasa yang digunakan sulit diartikan sehingga pembaca yang bukan dalam bidangnya kurang mengerti maksud dari penulis. Pesan yang tersirat dalam jurnal tersebut ambigu dengan pembahasan yang penulis kemukakan.
           









Rancangan Model Pendidikan Pada Anak Berkebutuhan Khusus


RANCANGAN MODEL PENDIDIKAN
PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

1. PENDAHULUAN
            Model pembelajaran sebagai salah satu cara guru untuk mengimplementasikan kurikulum disekolah. Oleh karena itu untuk memilih model pembelajaran yang tepat sebaiknya guru perlu memahami tentang kurikulum dan perangkatnya.
            Kurikulum Tingkat Satuan Pembelajaran (KTSP) merupakan kebijakan baru dalam bidang pendidikan . KTSP memberikan wewenang kepada sekolah dan para guru untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi sekolah dan karakteristik siswa. Kebijakan ini mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.Prinsip kebijakan kurikulum tingkat satuan pendidikan ini sebenarnya menerapkan kurikulum berbasis sekolah pada perbedaan individu dan sangat cocok diterapkan pada Sekolah Luar Biasa (SLB) , karena kurikulum dan pelaksanaanya dapat dikembangkan atas dasar kebutuhan belajar setiap anak yang berkebutuhan khusus (ABK). Selain KTSP dikembangkan oleh guru dengan muatan kurikulum berorientasi pada ABK, dalam pengembangannya juga melibatkan warga sekolah dan pihak terkait sebagai pengguna.
            Terkait dengan model pembelajaran dalam pelaksanaan kurikulum di SLB lebih disarankan untuk menerapkan model pembelajaran terindividualisaskan (Individualized Instruction) yang disebut istilah PPI (Ishartiwi,2007).

            Tujuan dari model pembelajaran dalam pelaksanaan individualisasi yaitu menjamin  untuk memberikan pelayanan bagi setiap ABK. Meskipun tidak menutup kemungkinan bagi ABK dengan kecerdasan normal dapat dikenai model pembelajaran yang biasa digunakan anak normal. Hal ini dengan pertimbangan kondisi ABK. Kurikulum KTSP yang diterapkan juga mempunyai peluang untuk memberikan layanan yang efektif kepada ABK.

2. Rancangan Model Pendidikan pada ABK
            Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) memang memilki perbedaan yang mencolok dengan anak yang lainnya dalam satu tipe kekhususan. Oleh karena itu guru di SLB  dalam memberikan pendidikannya tidak memungkinkan untuk memprediksi kemampuan ABK secara rata-rata. Faktor-faktor yang mempengaruhinya menurut Ishartini adalah :

a.       Guru belum memahami konsep PPI dan penerapannya
b.      Guru mempunyai persepsi bahwa membuat rencana program pembelajaran dengan PPI rumit
c.       Kebijakan penyelengggaraan pembelajaran di SLB masih disamakan dengan sekolah normal.

Ketiga faktor tersebut sangat menghambat penerapan PPI di Sekolah Luar Biasa (SLB) dan menghambat juga Perkembangan Implementasinya.

Konsep yang diterapkan pada pendidikan anak berkebutuhan khusus agar dapat membantu mengembangkan potensinya secara efektif dan model pembelajaran berdasarkan karakteristik ABK yang dapat menumbuhkan aktivitas belajar, menyenangkan, meningkatkan daya konsentrasi dan motivasi beraktivitas ABK  tidak merasa terbebani, yaitu sebagai berikut :





1)      Konsep Dasar KTSP

Pengembangan kurikulum  untuk ABK lebih difokuskan pada masalah dan kebutuhan belajar individual, bukan berorientasi pada standar isi mata pelajaran yang seragam. Pelaksanaan kurikulum di SLB dibedakan menjadi dua yaitu, Pertama bagi ABK dengan kecerdasan rendah atau ABK kategori sedang dan berat, pelaksanaan kurikulum difokuskan untuk pengembangan kompetensi adaptif dan keterampilan fungsional. Kedua bagi Abk dengan kecerdasan normal dan diatas normal , dapat mengikuti kurikulum sekolah umum, dengan memodifikasi strategipembelajarannya, sesuai dengan karakteristik ABK. Dalam pelaksanaan KTSP tentu terkait dengan bahan ajar.bahan ajar dikembangkan dari kompetensi yang harus dikuasai siswa, yang termuat dalam kurikulum. Bahan ajar ABK memenuhi kriteria sebagai berikut :

a)      Bahan ajar benar-benar spesifik, yanmg diperlukan oleh siswa untuk mencapai kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan dan masalah belajar ABK
b)      Isi materi dalam bahan ajar berfokus pada kompetensi, bukan pada materi.
c)      Bahan ajar dapat dikemas dalam bentuk lembar kerja, atau modul sehingga memudahkan anak belajar secara individual.
d)     Bahan ajar dikembangkan berdasarkan hasil asesmen setiap siswa , atau sekelompok siswa yang setara kemampuannya.

2)      Konsep Penerapan Pembelajaran terIndividualisasikan 

Program pembelajaran terindividualisasi (PPI) dalam pembelajaran bagi ABK merupakan kebutuhan dasar. Beberapa hal yang perlu dipahami tentang PPI yaitu , alasan pelaksanaan PPI itu penting bagi ABK menurut Snell (1983), adalah semua ABK masih mempunyai potensi belajar dan membutuhka keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan sehari-hari dirumah dan masyarakat sehingga sekolah harus melaksanakan pembelajaran keterampilan yang fungsional sesuai individu mengembangkan prinsip-prinsip perilaku secara universal dan dapat diterapkan sebagai metode pembelajaran.penilaian hasil akhir pembelajaran dilakukan secara informal  (tidak penilaian kriteria standar), lebih sesuai diterapkan untuk penilaian tingkah laku fungsional sehingga prosedur dan tujuan pembelajaran disesuaikan dengan kemampuan anak.

Menurut Ishartiwi (2007) dalam penerapan kurikulum belajar berbasis perbedaan individu pada konsep PPI adalah sebagai berikut :

a)      PPI bermodul (Modular Instruction), yaitu PPI yang difasilitasi dengan perangkat lunak. PPI ini sesuai untuk ABK yang memiliki kemandirian belajar (1 anak: 1Perangkat Belajar). Anak berinteraksi secara mandiri dengan perangkat lunak pembelajaran, sedangkan guru memberikan bantuan hanya apabila diperlukan saja.

b)      PPI melalui Pembelajaran Perorangan dengan Peralatan Khusus. Pilihan ini merupakan penerapan PPI dengan penggunaan peralalatan pembelajaran khusus, yang dilengkapai dengan perangkat lunak dan implementasinya difasilitasi oleh guru. PPI ini sesuai untuk pembelajaran perilaku khusus (seperti: latihan berbicara, latihan motorik, latihan membaca)Dalam pembelajaran perorangan ini, anak berinteraksi dengan peralatan belajar khusus dibawah bimbingan guru (1 anak : 1 Peralatan belajar : 1 Guru).

c)      PPI dengan pendekatan transaksional (Transactional Intruction). PPI ini dikembangkan dan diterapkan berdasarkan hasil asesmen kemampuan sejumlah ABK yang setara dalam suatu kelompok, yang difasilitasi dengan rancangan yang disusun oleh guru, dan selama proses intervensi dilakukan penyesuaian rancangan atas dasar respon siswa terhadap tindak pembelajran guru. Guru melakukan pemantauan secara terus menerus sepanjang rentang proses pembelajaran, dan menggunakan rentetan keputusan transaksional berdasarkan respon belajar siswa yang tidak dapat diprediksi itu, sebagai rujukan untuk melakukan penyesuaian sambil jalan (on going adjustments) dalam rangka optimasi perolehan belajar.

3. Kesimpulan
                 
              Guru dapat memilih dan menerapkan model pembelajaran yang dapat membantu ABK mengembangkan potensinya. Faktor utama dalam memilih model pembelajaran bagi ABK adalah karakteristik perbedaan Individunya, sehingga dapat membantu ABK belajar dengan nyaman dan mudah diterima. Dalam pembelajran tersebut ABK tidak merasa terbebani oleh tugas-tugasnya dan mereka dapat meningkatkan daya konsentrasi dan berfikir secara luas, karena kurikulum yang digunakan dalam pembelajaranya sesuai dengan keadaan ABK dan dapat mengembangkan potensi sesuai bakatnya. Konsep yang digunakan dalam pendidikan ABK terdapat dua konsep yaitu Konsep KTSP dan PPI.

4. Saran
                 
              Sebaiknya untuk ABK dalam dunia pendidikan menggunakan konsep KTSP dan PPI supaya ABK dapat menerima pembelajaran yang efektif seperti pada sekolah umum lainnya, sehingga SLB tidak dipandang sebelah mata oleh sebagian masyarakat.