REVIUW JURNAL
MOTIVASI DAN KEMAMPUAN KOGNITIF SOSIAL: MUSUH
ATAU CERITA CINTA?
Arie W Krunglanskin
2001
Disusun Oleh :
ISAH
1107010025
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2012
1.
Latar Belakang Masalah
Jurnal ini membahas empat model yang berbeda
untuk mengkonseptualisasikan hubungan antara
motivasi dan kognisi dalam psikologi sosial kontemporer. Yang pertama,
disebut sebagai "Antagonis" mengasumsikan bahwa motivasi dan kognisi
adalah alternative dan cara potensi bersaing untuk mencapai penilaian.
Pernyataan ini berdasarkan dari tradisi Barat yang berasal dari Plato dan Aristoteles,
dan pernyataan tersebut dikemukakan lagi oleh Freud. Model kedua disebut
sebagai "segregasi", mengasumsikan bahwa perbedaan tingkat motivasi
menggabungkan dengan isi kognitif yang berbeda untuk membentuk kelompok yang
terpisah atau rute untuk penilaian seperti dalam kasus terkenal dari model
persuasi maju pada 1980-an. Konseptualisasi ketiga Lay Teori epistemis ( LET )
mengusulkan sebuah model yang terintegrasi dimana motivasi apapun boleh mengkombinasikannya
dengan konten kognitif untuk membentuk rute seragam untuk penilaian, rute ini disebut
dengan "unimodel". Akhirnya, model keempat mengusulkan sebuah
"fusi" di mana motivasi diperkirakan untuk memiliki aspek kognitif
dan jelas dalam arti untuk membentuk suatu jenis yang unik kognisi dengan isi
motivasi.
Dari empat
model mengkonseptualisasikan hubungan antara motivasi dan kognitif, salah
satunya adalah desegegrasi dan integrasi. Dari konsep tersebut
istilah “Cinta itu buta” merupakan pernyataan sebagai motivasi dan kognisi yang
datang untuk memicu seseorang menjadi pemuja cinta. Secara khusus, motivasi
apapun diasumsikan dapat beroperasi pada setiap kognisi yang relevan atau
tidak, tanpa ada pembatasan prasangka. Kemudian sekecil tindakan apapun, konsep
motivasi dan kognisi dari empat tipe menjadi satu. Banyak pendapat yang
mengatakan bahwa cinta begitu kuat sehingga cinta dapat menghilangkan identitas
seseorang (contohnya : sepasang kekasih terlihat seperti pasangan suami istri
yang mulai terlihat sama). Pada saat ini motivasi dianggap sebagai jenis
kognisi daripada sebuah entitas non-kognitif yang terpisah. Sebelum membahas
tentang kisah kebahagiaan, jurnal ini akan menjelaskan tentang pertimbangan
model antagonistik hubungan motivasi-kognisi.
2. Metode
Penelitian
Penulis mengakui tema yang ia kembangkan
tentang Hubungan antara Motivasi dan Kognisi merupakan sebuah konsep pemikiran
yang perlu dipecahkan. Penulis melakukan penelitian terhadap dirinya sendiri
saat ia menghadapi suatu problem dalam pekerjaannya. Ia selalu berusaha
mempunyai motivasi dalam dirinnya sehingga ia dapat menemukan motivasi dalm
kognisi kerjanya. Sejak awal penelitian penulis memutuskan untuk melakukan
penelitian attribusional, tetapi saat ia meneliti ternyata ia juga terlibat
dalam penelitiannya sendiri dalam analisis attribusional motivasi intrinsik.
Metode
penelitian yang digunakan dalam penelitian mengunakan beberapa metode,
diantaranya adalah :
a.
Metode pengumpulan data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode
meta-analisis yaitu metode survey dalam jurnal dan dijadikan referensi dalam
penelitiannya. Jurnal tersebut antaranya adalah Kruglanski, 1975; Kruglanski, Friedman dan Zeevi, 1971.
Setelah penulis memahami isi dari jurnal tersebut, penulis membandingkan dengan
penelitiannya sehingga ia dapat merumuskan model akuisisi dan pada jurnal yang
ditulis oleh Kruglanski, 1989, 1990 ia menyadari bahwa dirinya tenggelam dalam
studi epidermis motivasi.
b.
Metode Observasi
Metode
pengamatan atau observasi yang dilakukan penulis adalah Covert Observation. Penulis
mengamati sebuah kontroversi persepsi diri terhadap penelitian atribusi
defensive dari argumen Tetlock dan Levi (1982) menyatakan bahwa motivasi apabila dibandingkan dengan kognisi
tidak akan seimbang. Ziva Kunda (1990) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa
motivasi dan kognisi seimbang, kemudian Aroson menjawab pula serupa dengan Ziva
kunda berdasarkan disonansi peneliti.
Masalah
yang diuraikan oleh penulis dalam jurnal ini berfokus pada hati nurani yang
baik namun mengabaikan “Pusat-Tahap” Kontroversi, dan bagaimana penulis
menerapkan teori motivasi/ Kognisi.
Konsep pemecahan masalah yang
dilakukan penulis adalah pertama, motivasi dan kognisi merupakan
antagonis dalam perjuangan kekuasaan atas pikiran manusia. kedua, ada
perpecahan: keterlibatan yang intens motivasi menggabungkan dengan satu set
proses kognitif, sedangkan keterlibatan ringan menggabungkan dengan satu
set proses kognitif untuk membentuk rute terpisah untuk penghakiman.
Penjelasan
dari konsep tersebut adalah :
1)
Model Antagonis
Ide dasar dari
model antagonis adalah suatu bentuk motivasi dan kognisi yang terpisah dan
berusaha bersaing dalam suatu sistem peraturan. Ide tersebut bukan ide baru,
ide tersebut dikemukakan juga oleh Plato dan Aristoteles. Aristoteles
mengusulkan agar intellective atau penalaran “Jiwa” sering bertentangan dengan
“Jiwa” yang penuh gairah. Alasan tersebut mampu mendominasi passion. Ketika itu
terjadi, rasionalitas mulai berlaku dan penilaian manusia juga pendapat yang
akurat tidak terdistorsi.
Gagasan
mengenai motivasi pasukan diibaratkan seperti nafsu dan keinginan sedangkan
proses kognitif seperti logika atau alasan yang berada dalam konflik abadi
sehingga dipandang dan diterima dalam kurun waktu yang lama sampai berabad-abad
dan telah menjadi kekuatan yang kuat dalam budaya Barat pada umumnya, gagasan
tersebut sebagaimana tercermin dalam pengertian populer yang dikenal saat ini
seperti, pertentangan antara “Hati” dan “Kepala”.
Dalam psikologi abad ke-20, tidak ada angka
yang lebih rendah dari Sigmun freud yang memeluk konsepsi antagonistik hubungan
antara Gairah dan Alasan dan memberikannya seal resmi persetujuan ilmiah.
Pembahasan tentang konflik digambarkan dalam teori psikoanalitik (Freud, 1923)
antara Ego rasional , logis dan Id, sabar penuh gairah yang
sering menimbulkan neurosis yang melemahkan fungsi adaptif. Gagasan yang
dikemukakan Aristoteles dikembangkan oleh Freud yaitu mengenai iman yang
dimiliki pada kekuatan besar rasionalitas. Cure neurosis diasumsikan
mengikuti dari kekuatan argumen yang lebih desire yaitu dari kekuatan Ego
dari orang-orang yang berasal dari Id (lihat juga McDougall, 1923).
Penulis
mempertimbangkan bagaimana hubungan antara motivasi dan kognisi telah
digambarkan dalam sosial modern-psikologi. Penulis menyatakan bahwa seseorang
memungkinkan mempunyai Antagonisme. Tetapi tidak begitu banyak kekuatan
Antagonisme yang terdapat dalam jiwa, Antagonisme hanya berdiri pada posisi
ilmiah. Anggapan tersebut merupakan “Pusat-Tahap” kontroversi yang penulis
sebutkan sebelumnya. Sebuah perdebatan antara pendukung pandangan yang
mempunyai argument yang berbeda.
Penulis akhirnya
menyimpulkan bahwa dalam penelitian ini ditemukan persuasif yang menyangkut
efek motivasi unik yang tidak mengikuti variabel kognitif. Buktinya adalah fisiologis
gairah, ketika informasi yang tidak konsisten dengan pendapat seseorang
ditemui dan tidak dihargai, ketika itu terjadi maka sesuatu yang negative dapat
mempengaruhinya seperti perbedaan ketetapan pada pengolahan informasi
atau selektivitas pengolahan dalam kondisi motivasi yang sesuai. Pernyataan
tersebut menunjukkan bahwa efek motivasi dalam kognisi sosial adalah hubungan
antara “Kehidupan dan Kebaikan ”.
2)
Model Segregasi
keterlibatan yang intens sehingga motivasi menggabungkan
dengan satu set proses kognitif, sedangkan keterlibatan ringan
menggabungkan dengan satu set proses kognitif untuk membentuk rute terpisah
untuk penghakiman/pengaturan disebut dengan model segregasi. Ketika
perdebatan antagonistik telah mereda, sebaliknya pandangan baru tentang
hubungan motivasi-kognisi muncul yang disebut dengan model segregasi.
Penulis mempunyai dua alasan sebagai landasan
dari model Segregasi. Alasan pertama, motivasi kognitif terpisah cluster
diasumsikan melalui penilaian yang bersifat alternatif. Kedua, model segregasi menunjukkan
perbedaan proses penilaian yaitu menggunakan penilaian secara kualitatif
dalam dua cluster. Contoh dari alasan tersebut adalah perlunya penutupan
kognitif (Kruglanski, Webster y Lem, 1993; Webster y Kruglanski, 1994;
Kruglanski y Webster, 1996; Webster y Kruglanski, 1998). Mereka berpendapat
secara teoritis dan empiris bahwa individu memiliki kebutuhan tinggi untuk
penutupan kognitif, misalnya ia tidak bisa mentolerir ambiguitas atau
ketidakpastian tentang itu dan dalam pengertian ini sangat terlibat
di dalamnya, tingkat pengolahan berkurang, dan penggunaan isyarat sederhana
dan heuristik, meningkat, semua demi kepentingan penutupan cepat dan siap.
Kita dapat melihat bahwa keterlibatan motivasi tinggi dapat menekan daripada
meningkatkan tingkat pengolahan dan perawatan dan presisi dengan pengolahan
yang dilakukan. Semua ini berjalan agak bertentangan, maka pertentangan ini merupakan
sebuah "anomali" untuk model segregasi
lurus.
Contoh diatas menunjukkan bahwa
"lurus" model segregasi tidak mengalami beberapa pengecualian
untuk yang mendalilkan. Kita tidak bisa mempertahankan ide appealingly
sederhana yang tinggi keterlibatan motivasi mengarah pada satu jenis pengolahan
dan motivasi rendah keterlibatan ke jenis pengolahan.
Kesimpulan
dari isi jurnal ini penulis menyampaikan tentang, Motivasi seperti Kognisi Vs
Motivasi dan Kognisi. Pandangan ini berasal dari motivasi pada saat penulis
melakukan pengamatan dan mengajukan dua pertanyaan mengenai hubungan
dari motivasi
dan Kognisi. Pertanyaan yang pertama: apakah hubungan motivasi dan kognisi
menghilangkan konsepsi dimana motivasi dan kognisi diperlakukan sebagai
kesatuan yang terpisah? jawabannya adalah tidak ada dan tidak terlalu.
Pernyataan tesebut adalah teori, dan motivasi adalah satu kelas khusus dari
kognisi. Sebagai contoh, gol adalah satu struktur pengetahuan tentang suatu konten
adalah unik. Perlu kita ketahui, ini berhubungan ke emisi dari keinginan dan
attainability. Struktur pengetahuan lain, argumen bahwa dunia adalah genap atau
Freud adalah satu guru besar akuntansi sesungguhnya tidak ada hubunganya ke
dalam konten tersebut.
Pertanyaan
detik apakah konsep motivasional? menyukai gol harus dibentuk sebagai produk
teori (inilah sekarang fusi memodelkan saran), atau sebagai pemandu
kekuatan dari
proses teori (seperti diasumsikan pada model sebelumnya yang kita telah
pertimbangkan). Jawabannya adalah, mungkin keduanya benar. Motivasi adalah
segala “daya di belakang singgasana dari pertimbangan ” dan “ pertimbangan ”,
atau “ kesimpulan '” sendiri. Tentu, ini bukan motivasi yang sama. Sebagai
contoh, motivasi pemanduan proses pada satu kasus tertentu dapat mempunyai kebutuhan
untuk penutup teori, dan produk judgmental dapat menjadi satu gol untuk membuka
satu rumah makan yappie. Terdapat sebuah fundamental perbedaan di antara
motivasi pada peran dari satu daya penggerak dan dari satu produk teori.
Sebagai satu akta motivasi daya penggerak di belakang layar, sehingga dapat
diartikan, sesuatu yang tidak memasuki ke dalam bahan pertimbangan sadar dan
tidak mendasari bagian dari seseorang yang mempunyai penalaran tegas.
Perbedaannya, sebagai salah satu motivasi produk teori adalah satu kesimpulan yang
tegas yang diperoleh dari bukti yang relevan. Semua ini membawakan hikayat
hidup bagi kita semua. Bagaimanapun, seperti Serigala Virginia satu kali ulang
bertanda, tidak ada ceramah kuliah harus selalu berakhir tanpa pembicara
meninggalkannya atau pendengarnya, paling tidak beberapa “ bingkah Kebenaran ”,
diketahui hari ini sebagai “ pesan gaji bersih. Pesan dari penulis yang
tersirat dalam jurnalnya adalah :
a)
Motivasi dan
Kognisi adalah kekasih bukan musuh, buah dari cinta mereka adalah pertimbangan
manusia.
b)
cinta buta,
yang merupakan motivasi tidak parsial apabila dihubungkan dengan kognisi berpengaruh kecuali sedikit menggunakan kognisi yang relevan.
c)
motivasi.
3. Analisis
Jurnal
ini membahas tentang hubungan Motivasi dan Kognisi. Dari hubungan tersebut
penulis ingin menguak apakah motivasi dan kognisi merupakan suatu yang berbeda
sehingga dapat diibaratkan sebagai musuh atau sebagai satu kesatuan yang padu
dan dapat diibaratkan sebagai kekasih dalam cerita cinta.
Penulis memaparkan empat model
yang berbeda untuk mengkonseptualisasikan hubungan antara motivasi dan kognisi dalam psikologi sosial
kontemporer. Yang pertama, disebut sebagai "Antagonis" mengasumsikan
bahwa motivasi dan kognisi adalah alternative dan cara potensi bersaing untuk
mencapai penilaian. Model kedua disebut sebagai "segregasi",
mengasumsikan bahwa perbedaan tingkat motivasi menggabungkan dengan isi
kognitif yang berbeda untuk membentuk kelompok yang terpisah atau rute untuk
penilaian. Konseptualisasi ketiga Lay Teori epistemis ( LET ) mengusulkan
sebuah model yang terintegrasi dimana motivasi apapun boleh mengkombinasikannya
dengan konten kognitif untuk membentuk rute seragam untuk penilaian, rute ini
disebut dengan "unimodel". Akhirnya, model keempat mengusulkan sebuah
"fusi" di mana motivasi diperkirakan untuk memiliki aspek kognitif
dan jelas dalam arti untuk membentuk suatu jenis yang unik kognisi dengan isi
motivasi.
Motivasi dan kognisi dianggap tidak
mempunyai kaitan yang erat dan menimbulkan masalah. Masalah tersebut adalah bagaimana mereka berhubungan satu
sama lain (dalam, antagonis terpisah atau secara terpadu). Motivasi diartikan
sebagai kognisi. Penulis setelah melakukan penelitian kognisi sosial mengatakan
bahwa motivasi diperlakukan sebagai inferensi. Unsur-unsur pendukung motivasi
adlah dari “Intrinsik dan Ekstrinsik”.
Kelebihan
:
Kelebihan dari jurnal ini adalah
pembahasan hubungan Motivasi dan Kognisi menggunakan perbandingan teori-teori
tokoh yang terkemuka. Penulis memberikan bukti-bukti konkret sehingga lebih
menguatkan argument yang ia bahas dalam jurnalnya.
Kelemahan
:
Bahasa yang digunakan sulit
diartikan sehingga pembaca yang bukan dalam bidangnya kurang mengerti maksud
dari penulis. Pesan yang tersirat dalam jurnal tersebut ambigu dengan pembahasan
yang penulis kemukakan.